Thursday, February 20, 2014

TAX PLANNING

Perencanaan Pajak (tax planning) dapat didefenisikan sebagai upaya manajemen keuangan untuk meminimalkan biaya pajak dengan merancang investasi, jenis usaha dan sistem pencatatan pendapatan dan biaya mana yang menghasilkan beban pajak yang paling kecil. Tax Planning sering pula disamakan dengan Tax Management atau manajemen pajak yang didefinisikan sebagai sarana memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan (Lumbantoruan,1994)  

Pajak merupakan kontribusi atau biaya yang harus disetor Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan kepada negara dan bersifat memaksa dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat. Sehingga dapat dipastikan bahwa negara akan melakukan segala upaya dan fasilitas yang dimiliki untuk memaksimalkan pemungutan pajak dari Wajib pajak dan di lain pihak Wajib Pajak juga akan melakukan segala upaya dan fasilitas yang tersedia untuk menekan kewajiban pajak yang harus di setor tanpa harus melakukan pelanggan terhadap peraturan dan perundangan yang berlaku. 

Karena pajak merupakan sumber utama penerimaan negara, maka negara menjadikan pajak sebagai alat bagi pemerintah untuk menghasilkan penerimaan yang setinggi-tingginya. Sehingga menjadi penting bagi Wajib pajak setiap perusahaan memerlukan menejemen agar dapat merencanakan perencanaan pajak dengan benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Perusahaan, apapun bentuk badan hukumnya, dalam keseharian melakukan aktivitas usaha pasti akan berorientasi laba maka manajemen akan berusaha untuk mendapatkan laba yang optimal dengan cara meminimalkan biaya-biaya yang timbul dari aktivitas-aktivitas tersebut.. 

Salah satu biaya yang seharusnya menjadi perhatian utama manajemen adalah biaya pajak, dimana biaya pajak seharusnya dapat dikendalikan dengan penerapan Tax Planning atau Perencanaan Pajak.



Dalam prakteknya, tax planning dikategorikan dalam dua bentuk, yaitu Tax Avoidance (Penghindaran Pajak) yaitu usaha meminimalkan biaya pajak masih dalam koridor Undang-Undang dan peraturan yang berlaku. Dan Tax Evasion (Penyelundupan Pajak): Usaha meminimalkan biaya pajak sudah melanggar Undang-Undang dan peraturan yang berlaku, tax planning ini merupakan perbuatan ilegal. Misalnya: membuat laporan keuangan palsu, tidak membayarkan PPN dan PPh yang dipungut, dll.

            Di berbagai negara terdapat 2 penggolongan tax avoidance: yaitu yang pertama penghindaran pajak yang diperkenankan (acceptable tax avoidance/ defensive tax planning). dan yang kedua penghindaran pajak yang tidak diperkenankan (unacceptable tax avoidance/ aggressive tax planning). Biasanya untuk transaksi yang semata-mata dilakukan oleh Wajib Pajak yang untuk tujuan penghindaran pajak dan tidak mempunyai substansi  bisnis.
Praktek Tax evasion adalah tindakan melanggar hukum dan beresiko dituntut secara pidana dan sanksi hukumnya sangat berat baik secara denda finansial, aset kita dapat dilelang secara paksa, hukuman cekal belum lagi hukuman kurungan. Sebisa mungkin juga kita tidak melakukan aggressive tax planning karena secara psikologis akan membuat aparatur pajak menjadi antipati terhadap kita. Kita akan banyak mendapat pengawasan dan permintaan data yang membuat compliance cost menjadi besar.
Sehingga upaya yang paling mungkin dilakukan dalam penghematan pajak secara patut hukum dengan cara menghindari Sanksi dan Denda Perpajakan dengan cara melaporkan pajak tepat waktu dan tepat perhitungannya >> Hindari sanksi telat lapor, telat bayar dan kurang bayar. Kemudian mendaftarkan NPWP >>UU PPh baru (UU No 36 Th 2008) memberikan tarif pajak yang lebih tinggi kepda Wajib Pajak yang tidak mempunyai NPWP.
Memilih bentuk usaha dan investasi dengan beban pajak teringan karena tarif yang berlaku untuk masing-masing bentuk usaha dan investasi berbeda-beda, misalnya Usaha orang pribadi tarifnya progresif 5%-35% sedangkan untuk badan tarifnya tunggal 28% dengan fasilitas UU PPh pasal 31 E yaitu pengurangan 50% PPh badan untuk bagian yang beromset dibawah Rp. 4,8 M. Sehingga bila beromset besar, sebaiknya lebih memilih bentuk badan. Bentuk Firma memiliki keuntungan dengan tarif tunggal dan tidak dipajakinya bagi hasil usaha ke pemilik namun firma tidak bisa membiayakan gaji direksi seperti PT, selain itu sulit bila ingin mengembangkan modal di pasar saham atau obligasi. Sayangnya koperasi walaupun dianggap sebagai pendorong ekonomi rakyat tidak memiliki fasilitas seperti firma dimana tetap ada pemajakan final 10% pada SHU yang diberikan pada anggotanya.
Memanfaatkan fasilitas pajak; Memanfaatkan fasilitas pengurangan pajak untuk PPh 25, BPHTB, PBB; Memanfaatkan fasilitas Ekspor, PPN Ditanggung Pemerintah dan PPN tidak dipungut dimana harga jual dapat ditekan dan tetap dapat merestitusi PPN Masukan; Memanfaatkan fasilitas bebas pajak untuk merger dengan nilai buku; Memanfaatkan fasilitas tarif 0% untuk bunga simpanan koperasi; Memanfaatkan fasilitas bebas bajak untuk Zona ekonomi Khusus
Menghindari biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam perpajakan seperti; Menghindari natura sebagai kompensasi pegawai; Memotong PPh 21 OP atas asuransi untuk kepentingan pegawai agar tidak dianggap sebagai natura; Menghindari biaya entertainment untuk marketing, lebih baik gunakan diskon atau jasa pihak ketiga; Membuat daftar nominatif entertainment agar biaya entertainment dapat dibiayakan; Hanya ikut dana pensiun yang pendiriannya disahkan Menteri Keuangan agar dapat dibiayakan; Membuat daftar pemusnahan barang untuk membiayakan penghapusan persediaan; Memperhatikan biaya estimasi yang dapat dikurangkan dalam UU PPh psal 9 ayat 1-c j.o PMK 81/PMK.03/2009; Memilih metode perhitungan biaya yang lebih besar; Memilih metode rata-rata tertimbang dibanding FIFO untuk persediaan bila terjadi inflasi.; Memilih metode penyusutan saldo menurun metode garis lurus bila ada trend penurunan tarif pajak.; Lebih baik menyewa aset atau leasing daripada membeli aset >> Bila menyewa biasa dapat mengkreditkan PPN Masukan tiap bulan, dan tagihan sewa semuanya, tidak seperti bila membeli aset biasa yang pembiayaannya melalui depresiasi. Bila leasing, biaya angsuran tiap bulan dapat dibiayakan namun keuntungannya ada PPN Masukan di awal yang cukup besar untuk cash saving dan perusahaan dapat mennghemat biaya administrasi karena pembayaran angsuran  capital lease dikecualikan dari pemotongan PPh 23 dan PPN. (KMK No 1169/1991)




Memanfaatkan pembedaan tarif pajak; fasilitas ini dapat dimanfaatkan dengan cara memecah usaha yang berlaba besar menjadi beberapa unit untuk mendapat tarif pemajakan yang lebih kecil (fasilitas UU PPh pasal 31 E, tarif 14% untuk badan dengan omset kurang dari Rp. 4,8 Milyar); Aset dipecah-dipecah ke berbagai anak perusahaan untuk mendapat tarif PBB lebih rendah (dimana asessment ratio 20% untuk NJOP di bawah Rp.  1 Milyar)

Menghindari pajak berganda dengan memastikan PPN Masukan dan PPh yang dipungut pihak ketiga dapat dikreditkan >>Bila tidak dapat dikreditkan, merupakan biaya bagi perusahaan dan akhirnya akan membebani harga jual; Memohon sentralisasi PPN>>Untuk menghemat biaya administrasi dan resiko faktur pajak masukan cacat; Investasi pada negara yang memiliki tax treaty dengan Indonesia untuk menghindari pengenaan pajak yang sama di lebih dari 2 negara; Sinergi industri hulu-hilir untuk menghindari pengenaan PPNBM berkali-kali untuk produk yang sama, misalnya loudspeaker dan TV sama-sama dikenakan PPNBM; Penyertaan modal pada PT dihindar dalam bentuk tanah dan bangunan untuk menghindari BPHTB

Menghindari koreksi Transfer Pricing dengan cara mengadakan Advance Pricing Agreement dimana ada harga trasfer pricing yang merupakan kesepakatan WP dan pihak fiskus; Memperhatikan peraturan mengenai Debt Equity Ratio untuk menghindari koreksi UU PPh pasal 18 ayat 1; Investasi pada negara yang memiliki tax treaty dengan Indonesia untuk menghindari pengenaan pajak yang sama di lebih dari 2 negara.

No comments: