Perencanaan Pajak (tax planning) dapat didefenisikan sebagai upaya manajemen keuangan untuk meminimalkan biaya pajak dengan merancang investasi, jenis usaha dan sistem pencatatan pendapatan dan biaya mana yang menghasilkan beban pajak yang paling kecil. Tax Planning sering pula disamakan dengan Tax Management atau manajemen pajak yang didefinisikan sebagai sarana memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan (Lumbantoruan,1994)
Pajak merupakan kontribusi atau biaya yang harus disetor Wajib Pajak Orang
Pribadi atau Badan kepada negara dan bersifat memaksa dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran
rakyat. Sehingga dapat dipastikan bahwa negara akan melakukan segala upaya dan
fasilitas yang dimiliki untuk memaksimalkan pemungutan pajak dari Wajib pajak
dan di lain pihak Wajib Pajak juga akan melakukan segala upaya dan fasilitas
yang tersedia untuk menekan kewajiban pajak yang harus di setor tanpa harus
melakukan pelanggan terhadap peraturan dan perundangan yang berlaku.
Karena pajak merupakan
sumber utama penerimaan negara, maka negara menjadikan pajak sebagai alat bagi
pemerintah untuk menghasilkan penerimaan yang setinggi-tingginya. Sehingga menjadi
penting bagi Wajib pajak setiap perusahaan memerlukan menejemen agar dapat
merencanakan perencanaan pajak dengan benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Perusahaan, apapun bentuk
badan hukumnya, dalam keseharian melakukan aktivitas usaha pasti akan
berorientasi laba maka manajemen akan berusaha untuk mendapatkan laba yang optimal
dengan cara meminimalkan biaya-biaya yang timbul dari aktivitas-aktivitas
tersebut..
Salah satu biaya yang
seharusnya menjadi perhatian utama manajemen adalah biaya pajak, dimana biaya
pajak seharusnya dapat dikendalikan dengan penerapan Tax Planning atau
Perencanaan Pajak.
Dalam prakteknya, tax planning dikategorikan dalam dua bentuk, yaitu
Tax Avoidance (Penghindaran Pajak) yaitu usaha meminimalkan biaya pajak
masih dalam koridor Undang-Undang dan peraturan yang berlaku. Dan Tax
Evasion (Penyelundupan Pajak): Usaha meminimalkan biaya pajak sudah
melanggar Undang-Undang dan peraturan yang berlaku, tax planning ini
merupakan perbuatan ilegal. Misalnya: membuat laporan keuangan palsu, tidak
membayarkan PPN dan PPh yang dipungut, dll.
Di
berbagai negara terdapat 2 penggolongan tax avoidance: yaitu yang
pertama penghindaran pajak yang diperkenankan (acceptable tax avoidance/
defensive tax planning). dan yang kedua penghindaran pajak yang tidak
diperkenankan (unacceptable tax avoidance/ aggressive tax planning).
Biasanya untuk transaksi yang semata-mata dilakukan oleh Wajib Pajak yang untuk
tujuan penghindaran pajak dan tidak mempunyai substansi bisnis.
Praktek Tax evasion adalah tindakan melanggar
hukum dan beresiko dituntut secara pidana dan sanksi hukumnya sangat berat baik
secara denda finansial, aset kita dapat dilelang secara paksa, hukuman cekal
belum lagi hukuman kurungan. Sebisa mungkin juga kita tidak melakukan aggressive
tax planning karena secara psikologis akan membuat aparatur pajak menjadi
antipati terhadap kita. Kita akan banyak mendapat pengawasan dan permintaan
data yang membuat compliance cost menjadi besar.
Sehingga
upaya yang paling mungkin dilakukan dalam penghematan pajak secara patut hukum dengan
cara menghindari Sanksi dan Denda Perpajakan dengan cara melaporkan pajak tepat
waktu dan tepat perhitungannya >> Hindari sanksi telat lapor, telat bayar
dan kurang bayar. Kemudian mendaftarkan NPWP >>UU PPh baru (UU No 36 Th
2008) memberikan tarif pajak yang lebih tinggi kepda Wajib Pajak yang tidak
mempunyai NPWP.
Memilih
bentuk usaha dan investasi dengan beban pajak teringan karena tarif yang
berlaku untuk masing-masing bentuk usaha dan investasi berbeda-beda, misalnya Usaha
orang pribadi tarifnya progresif 5%-35% sedangkan untuk badan tarifnya tunggal
28% dengan fasilitas UU PPh pasal 31 E yaitu pengurangan 50% PPh badan untuk
bagian yang beromset dibawah Rp. 4,8 M. Sehingga bila beromset besar, sebaiknya
lebih memilih bentuk badan. Bentuk Firma memiliki keuntungan dengan tarif
tunggal dan tidak dipajakinya bagi hasil usaha ke pemilik namun firma tidak
bisa membiayakan gaji direksi seperti PT, selain itu sulit bila ingin
mengembangkan modal di pasar saham atau obligasi. Sayangnya koperasi walaupun
dianggap sebagai pendorong ekonomi rakyat tidak memiliki fasilitas seperti
firma dimana tetap ada pemajakan final 10% pada SHU yang diberikan pada
anggotanya.
Memanfaatkan
fasilitas pajak; Memanfaatkan fasilitas pengurangan pajak untuk PPh 25, BPHTB,
PBB; Memanfaatkan fasilitas Ekspor, PPN Ditanggung Pemerintah dan PPN tidak
dipungut dimana harga jual dapat ditekan dan tetap dapat merestitusi PPN
Masukan; Memanfaatkan fasilitas bebas pajak untuk merger dengan nilai buku; Memanfaatkan
fasilitas tarif 0% untuk bunga simpanan koperasi; Memanfaatkan fasilitas bebas
bajak untuk Zona ekonomi Khusus
Menghindari
biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam perpajakan seperti; Menghindari natura
sebagai kompensasi pegawai; Memotong PPh 21 OP atas asuransi untuk kepentingan
pegawai agar tidak dianggap sebagai natura; Menghindari biaya entertainment
untuk marketing, lebih baik gunakan diskon atau jasa pihak ketiga; Membuat
daftar nominatif entertainment agar biaya entertainment dapat dibiayakan; Hanya
ikut dana pensiun yang pendiriannya disahkan Menteri Keuangan agar dapat
dibiayakan; Membuat daftar pemusnahan barang untuk membiayakan penghapusan
persediaan; Memperhatikan biaya estimasi yang dapat dikurangkan dalam UU PPh
psal 9 ayat 1-c j.o PMK 81/PMK.03/2009; Memilih metode perhitungan biaya yang
lebih besar; Memilih metode rata-rata tertimbang dibanding FIFO untuk
persediaan bila terjadi inflasi.; Memilih metode penyusutan saldo menurun
metode garis lurus bila ada trend penurunan tarif pajak.; Lebih baik menyewa
aset atau leasing daripada membeli aset >> Bila menyewa biasa dapat
mengkreditkan PPN Masukan tiap bulan, dan tagihan sewa semuanya, tidak seperti
bila membeli aset biasa yang pembiayaannya melalui depresiasi. Bila leasing,
biaya angsuran tiap bulan dapat dibiayakan namun keuntungannya ada PPN Masukan
di awal yang cukup besar untuk cash saving dan perusahaan dapat
mennghemat biaya administrasi karena pembayaran angsuran capital lease
dikecualikan dari pemotongan PPh 23 dan PPN. (KMK No 1169/1991)
Memanfaatkan pembedaan tarif pajak;
fasilitas ini dapat dimanfaatkan dengan cara memecah usaha yang berlaba besar
menjadi beberapa unit untuk mendapat tarif pemajakan yang lebih kecil
(fasilitas UU PPh pasal 31 E, tarif 14% untuk badan dengan omset kurang dari
Rp. 4,8 Milyar); Aset dipecah-dipecah ke berbagai anak perusahaan untuk
mendapat tarif PBB lebih rendah (dimana asessment ratio 20% untuk NJOP
di bawah Rp. 1 Milyar)
Menghindari
pajak berganda dengan memastikan PPN Masukan dan PPh yang dipungut pihak ketiga
dapat dikreditkan >>Bila tidak dapat dikreditkan, merupakan biaya bagi
perusahaan dan akhirnya akan membebani harga jual; Memohon sentralisasi
PPN>>Untuk menghemat biaya administrasi dan resiko faktur pajak masukan
cacat; Investasi pada negara yang memiliki tax treaty dengan Indonesia
untuk menghindari pengenaan pajak yang sama di lebih dari 2 negara; Sinergi
industri hulu-hilir untuk menghindari pengenaan PPNBM berkali-kali untuk produk
yang sama, misalnya loudspeaker dan TV sama-sama dikenakan PPNBM; Penyertaan
modal pada PT dihindar dalam bentuk tanah dan bangunan untuk menghindari BPHTB
Menghindari koreksi Transfer Pricing dengan cara mengadakan Advance Pricing Agreement dimana ada harga trasfer pricing yang merupakan kesepakatan WP dan pihak fiskus; Memperhatikan peraturan mengenai Debt Equity Ratio untuk menghindari koreksi UU PPh pasal 18 ayat 1; Investasi pada negara yang memiliki tax treaty dengan Indonesia untuk menghindari pengenaan pajak yang sama di lebih dari 2 negara.
No comments:
Post a Comment